UP-TO-DATE ARTIKELNYA

Setelah Wartawan, Giliran Fotografer "Dijaili"

Macam Hebat Betollll Indonesia ini!

Beberapa waktu lalu saya ketemu (tepatnya membeli kamera dari dia) fotografer asal Manila yang cari makan di Singapura. Dia profesional. Dari cerita yang dibagikan ke saya, berawal dari hobi, moto-moto di jalanan, diunggah ke media on-line, kemudian foto-fotonya menarik banyak orang, hingga dia diajak bergabung oleh satu studio cukup besar di Singapura.

Kini, selain bekerja di studio, dia juga menangani kepentingan foto beberapa klien secara pribadi. Klien-klien dia, menurut dia, justru tertarik dari foto-foto yang diunggahnya secara on-line. Ketika saya bertemu dia, sempat ditunjukkan beberapa foto-foto karya dia untuk perusahaan-perusahaan fashion terpandang. Dari yang diperlihatkan ke saya, foto-foto dia memang menakjubkan. Setidaknya untuk orang yang mengenal fotografi tidak lewat pendidikan formal fotografi.

Yang jelas, Timo, demikian dia memperkenalkan dirinya, tidak memegang sertifikasi (ijazah) fotografi. Lha wong dia mengawali semua kariernya kini dari hobi saja. Di Singapura, dia hanya mengurus izin sebagai pekerja asing. Itu saja. Tidak ada syarat atau kewajiban sertifikasi untuk fotografer (profesional maupun amatir). Bahkan tidak ada lembaga swasta maupun pemerintah yang mengeluarkan sertifikasi untuk tukang foto sebagaimana yang dijelaskan orang-orang sok tau di video ini:
http://iariadi.web.id/sertifikasi-kompetensi-fotografi/

Setelah profesi wartawan dijadikan "proyek" dalam kompetensi/sertifikasi, kini tukang foto yang dapat giliran "dijahili". Kenapa sih, tidak membiarkan masyarakat/konsumen yang bisa memilah dan memilih, mengklasifikasi, serta menentukan apakah seseorang, entah fotografer, entah wartawan, atau entah profesi apa pun, layak mendapatkan pengakuan dari keringat mereka. Bukan dari lembaga NJANCUKI seperti ini.
Saya ingat curhatan kawan saya sepekan lalu, yang baru saja tidak diperpanjang kontrak kerjanya karena sertifikasinya (ijazahnya) dianggap tidak cukup. Meskipun dia punya pengalaman selama hampir delapan tahun. padahal, Pemerintah Singapura, yang berafiliansi dengan perusahaan tempat kawan saya bekerja, justru tidak mempersoalkan ijazah apa yang dipegang seseorang. Terpenting justru pengalaman lapangannya. "Aneh kang, Singapuranya sendiri ndak mempersoalkan, perusahaan malah aturannya macam-macam. Mungkin biar laku sekolahnya (yang mengeluarkan sertifikasi)," kata kawan saya. Mata saya sampai mbrebes mili oleh airmata mendengar curhatan kawan saya ini. Bukan hanya karena mendengar cerita sedih bahwa dia akan tak bekerja/ter-PHK, tapi juga sedih karena "kepleknya" aturan yang dibuat hingga kawan saya ter-PHK.

Macam hebat betollll Indonesia ini!

Sumber : Sultan Yohana
Picture  :  Google


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Setelah Wartawan, Giliran Fotografer "Dijaili""

Post a Comment